DIA INGIN BERTAMU
Seseorang , laki-laki melewati
sebuah rumah. Matanya entah kenapa terus tertuju pada rumah berwarna biru itu.
Rupanya ada suatu hal yang membuatnya merasa tertarik. Yakni kesederhanaan
rumah itu, namun unik. Langkahnya segera saja melambat, dan derap kakinya
menghampiri rumah itu.
Seseorang
yang sedari tadi melihat tanpa menghiraukan niatan si laki-laki itu hanya
mengenyitkan kepala dan terheran dari balik korden pinknya.
Sampailah pria itu di serambi rumah biru dengan gelagap yang
penuh semangat. Lalu si wanita di dalam rumah langsung saja bergegas menutup
semua korden yang mempunyai kemungkinan ia terlihat.
Lalu, “tokk tokk tokk !!!” ketuk si pria tadi.
Wanita pemilik rumah pun bingung, mondar-mandir diruang yang
mana pria itu mengetuk pintu. “apa yang harus ku lakukan?” gugupnya dalam hati.
“tokk tokk tokk” ketukan pintu terus berbunyi, namun belum
juga dibukakan.
“tok tok tokk! assalamu’alaikum…” pria itu memberi salam.
Dan kali ini, wanita benar-benar tak punya alasan lagi untuk
mendiamkan pria itu di depan rumahnya. “wa’alaikumussalam warahmatulloh…”
wanita itu sedikit terpaksa dengan kewajibannya untuk membalas salam. Namun ia
tetap tak membukakan pintunya.
Pria
itu pun merasa senang telah ada yang menyahutinya. Beberapa menit ia menunggu
seseorang membukakan pintu, namun sedari itu ternyata hening saja.
“assalamu’alaikumm,,,,” salamnya terdengar lagi.
“wa’alaikumussalam…..”
Beberapa menit pria itu menunggu lagi, dan tak seorang pun
membuka pintu. Sekali lagi, “assalamu’alaikum warahmatullah wabarokatuh”
lengkap. “sepertinya kali ini akan dibukakan” harapnya dalam hati pria itu.
Namun aneh, justru sebaliknya tak seorang pun menjawab atau membukakan pintu.
Lama tak ada respon apapun, lalu ia pergi melanjutkan perjalanannya.
Keesokan
harinya, pria itu kembali melewati rumah biru itu lagi. Dan seperti bermagnet,
rumah itu selalu saja membuat langkah si pria lambat dan menghampirinya. Lagi,
ia mengetuk pintu sebanyak 2x belum ada jawaban. “tok!tok!tok! assalamu’alaikum”
ini yang ketiga kalinya.
Tak lama kemudian , tampak seorang wanita berkerudung merah
bata di sela-sela korden.
“wa’alaikumussalam warahmatulloh, ‘afwan ada apa?” jawab
wanita dibalik jendela.
“eee, apakah anti pemilik rumah ini? Boleh saya masuk?”
Tanya si pria.
“iya, maaf anta siapa? Dan ada keperluan apa?” tanpa basa
basi.
“bisakah anti membukakan pintunya dulu?”
“’afwan tidak bisa.”
“kenapa” pria itu penasaran.
“ana tidak bisa membukakan pintu untuk sembarang orang,
apalagi anta adalah orang yang belum saya kenal, ‘afwan jiddan.” Jelasnya.
“ohh, kalau begitu, perkenalkan. Nama saya Riyan, maksud
kedatangan saya ingin bertamu kerumah anti. Apakah boleh?” dengan percaya diri.
Wanita itu menutup kordennya. Sejenak kemudian ia membukanya
dan mengatakan, “afwan jiddan, disini sedang tidak menerima tamu, syukron.”
Wanita menutup kordennya lagi. Lalu ia meninggalkan pria itu tanpa
mempersilakan masuk atau pulang.
Satu
jam, dua jam, kemudian wanita kembali melongok jendelanya. Berharap pria itu
sudah pergi. Nyatanya, wanita tidak menyangka kalau pria itu masih saja
menunggunya dibukakan pintu. Wanita melihat si pria itu, yang katanya Riyan,
duduk di serambi sambil bolak-balik menengokkan kepalanya ke arah pintu.
Namun si wanita, tetap kekeh untuk tidak membukakan pintunya,
tak peduli apa yang dilakukan Riyan untuk bisa membuatnya membukakan pintu.
Namun dengan sedikit merasa kasian, wanita kemudian berkata,
“sebaiknya kamu
pulang, meski kamu menunggu sampai esok pun saya tak akan membukakan pintu karna
rumah ini sedang tdk menerima tamu. Maaf.” Kini tak lagi dg bhasa
ke-arab-annya.
“baiklah, tp esok aku kan datang lagi” akhirnya Riyan pulang
dengan sedikit kekecewaan. Wanita hanya memperhatikan dia sebentar, dan
memastikan Riyan tak lagi menunggu di depan rumahnya.
Esok,
pagi-pagi, wanita keluar rumah membawa seikat daun papaya. Sedikit terkejut, ia
berpapasan dengan Riyan yang hendak menuju rumahnya. Rupanya Riyan hari itu
dating lebih awal dari biasanya. “ketemu orang itu lagi” dalam hati wanita agak
kesal.
“Farah?? Hendak kemana?” Tanya Riyan disertai senyum
girangnya. Ya, memang Farah nama wanita itu.
“tau nama saya darimana?” Farah penasaran.
“berarti benar, nama kamu Farah?” Tanya Riyan meyakinkan.
“kok tau?” Tanya Farah sedikit kesal. Padahal ia tak ingin
dia banyak tau tentangnya.
“hehe, tuh!” Riyan sambil menunjuk kea rah jaket yang
dipakai Farah. Memang, jaket yang dipakai Farah adalah jaket organisasinya dulu
ketika masih SMA. Di sebelah kiri depan bawah bertuliskan nama masing2, sebagai
nama panggilannya.
“oh, maaf. Saya bu-buru dan harus bergegas. Terima kasih,
assalamu’laikum.” Farah cepat-cepat mengakhiri percakapan itu karna tak mau
berlama-lama dihadapannya.
Hari
berikutnya, Farah dirumah saja. Dan seperti biasanya, sehabis Dzuhur Riyan menghampiri rmah Farah. Dan setiap kali,
Farah pun tak membukakan pintu rumahnya. Mereka hanya bercakap-cakap dari balik
jendela, dengan hanya sesekali Farah menampakkan mukanya sebentar. Sekelumit
dari perbincangan mereka:
“apa yang kamu lakukan kemarin?” Tanya Farah
“melakukan apa?”
“kamu bertanya pada orang yang saya datangi kemarin,
seolah-olah aku adalah milikmu.”
“apa kamu mengetahui kedatanganku kesana?”
“tidak, kamu yang mengikutiku, dan dia yang mnceritakannya
kepadaku. Kamu bertanya padanya kalau aku adalah bagian dari siapanya? Saya
benci dengan hal itu, dan itu membuat saya semakin membencimu.”
“aku sayang sama kamu”
“apakah arti sayang itu? N seberapa jauh kamu mengenalku
hingga semudah itu kau katakan sayang?”
“aku ingin kau menjadi penyemangatku, aku ingin kau jadi
pelengkap hidupku. Dan aku mencintaimu karna Alloh.”
“saya tak mengerti”
“maukah kau menjaga hatimu untukku?”
“tentu saja aku akan menjaga hatiku”
“okee J”Riyan tersenyum senang.
“tapi bukan karnamu” Farah menambahkan.
Riyan terheran, “apa yang terjadi?”
“aku menjaga hati ini bukan untukmu, tapi karna Alloh. Dan
kuharap kamu juga jangan menjaga hatimu karnaku dan jangan berharap kepadaku.”
“aku akan tetap menantimu..”
“semua itu terserah padamu, aku belum bisa memberikan
perasaan ini pada siapapun termasuk kamu. Dan jangan salahkan saya jika
penantianmu mendapati kekecewaan.”
“tolong buka pintunya, please !” Riyan memohon.
“tidak, maaf. Oiya, cukup percakapan ini. Ada hal penting
yang harus saya selesaikan. Assalamu’alaikum.” Farah merasa percakapan tersebut
tak boleh belarut dan harus ia akhiri.
“farahhh..” Riyan berusaha untuk tidak berakhir sampai itu
saja. Namun tak ada jawaban lagi dari Farah. “wa’alaikumsalam…” Riyan lalu
menjawab lirih sambil berlalu pergi.
Memang, Farah pun sebenarnya tau apa yang dilakukannya itu
sangatlah tega dan tidak menghargai Riyan sedikitpun. Tapi bagi Farah, itu
sudah menjadi keputusannya, dan ia tak mau diganggu gugat. Apapun yang terjadi,
ia harus tetap memegang teguh pendiriannya.
Satu
minggu berlalu, Riyan tak menampakkan diri didepan rumah Farah. Sore hari,
Farah membuka pintu rumahnya hendak menyapu halaman beranda. sambil menengok
kea rah pot bunga yang selalu ia rawat, ada sesuatu yang membuat matanya terpana.
Seusai mnghabiskan sapuannya, Farah segera menghampiri pot bunganya. Dilihatnya
dalam pot bunga itu sebuah amplop kecil berwarna kuning bergambar. Diambilnya
amplop itu, dan dibawanya masuk ke kamar. Perlahan ia buka, dan membaca isinya.
Dear :
Farah
Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh
Apa kabar ukhti, semoga Alloh senantiasa
menjagamu dan memberimu kesehatan. Alhamdulillah atas rahmat Alloh, aku disini
sehat wal’afiyat.
Ukhti, satu minggu ku tak menampakkan
dihadapan rumah ukhti. Aku berharap ukhti kan merindukanku hehe . Ukhti, aku
mohon sama ukhti, berilah harapan padaku ukhti. Aku membutuhkanmu, untuk
mengisi hari-hari sepiku, menghiasi hidupku dan tempat berbagi suka dukaku.
Ukhti, cobalah mengerti, aku sayang sama
ukhti, aku mencintai ukhti. Aku tau mungkin karna ukhti belum mengenalku. Sama,
aku juga belum mengenal ukhti. Tapi karena Alloh, aku akan tetap mencintai
ukhti. Apapun yang terjadi nanti, insya Alloh aku ikhlas menerima ukhti apa
adanya.
Percayalah padaku ukhti, berilah aku
sedikit sinyal positif untuk bisa memillikimu.
Miss
you,
Riyan
“PEDE bangett” begitulah kata-kata yang terlintas dalam
pikiran Farah, tapi ia tetap memaklumi hal itu.. Usai membaca , Farah kemudian
melamun sejenak,
“andai yang
mengirimkan ini adalah dia… andai yang mengatakan ini adalah dia… mungkin hanya
akan ada satu bagiku, dan hanya dia..” ungkap dalam hatinya.
Farah terus terdiam,dan menggeletakkan surat itu di mejanya.
Berbaring di atas tempat tidur, memiringkan badannya ke arah kanan. Tanpa ia
sadari, ada sesuatu yang mengalir dari sudut matanya. Kemudian ia tersadar,
“apa yang aku tangisi? Apakah aku mengharapkan seseorang yang tak bisa aku
harapkan? Atau aku tak bisa memberi perasaan ini untuknya (Riyan)? Lalu apakah
aku akan berbuat kepada orang lain seperti apa yang dia perbuat kepadaku? Ini tidaklah pantas, tapi aku tak bisa mengelak
bahwa aku masih mencintaimu Andra” Farah segera menghapus air matanya, dan
melupakan semua yang terjadi padanya.
Seperti
minggu-minggu yang lalu, kedatangan Riyan kembali di depan rumah Farah. Kali
ini Farah bersedia untuk sebatas membukakan jendelanya.
“ada apa gerangan engkau Farah? Apakah kamu baik-baik saja?”
Tanya Riyan khawatir.
“Alhamdulillah saya sehat, tenang saja.” Jawab Farah sedikit
merespon.
“ooh,, saya khawatir. Kenapa suratku tidak kau balas?”
“em, maaf, mungkin saya terlalu sibuk.”
“sibuk apa? Dua minggu tak ada waktu luang sedikitpun untuk
membalas surat ku?”
Farah hanya terdiam, sebenarnya memang Farah sengaja tidak
membalas surat itu karna ia tak tau harus memberi jawaban apa.
“Farah..” tegas Riyan.
“apa?”
“kenapa suratnya ga dibalas?” Riyan mengulang pertanyaannya.
“eeh, ga papa. Oiya, maaf yaa, saya mau ada jadwal ta’lim
bentar lagi. Saya mau siap-siap. Lebih baik kamu pulang dulu saja. ‘afwan
jiddan.” Farah mencoba tersenyum sedikit untuk tidak membuat Riyan terlalu
diabaikan.
“ya sudah, hati-hati yaa. Assalamu’alaikum…” Riyan kemudian
senyum dan permisi pulang. Agak kecewa mungkin ada.
“wa’alaikumussalam warohmatulloh…”.
***
Malam
menyambut, dan hening mulai melarutkan setiap mata yang kelelahan. Hendak saja
Farah memejamkan matanya, tiba-tiba terdengar dering hp-nya. Bergegas tangannya
meraih handphone yang tak jauh berada di sebelah badannya. “1 message
received”……oww satu pesan diterima. Penasaran, “KLIK”.
Message from: +6285647xxxxxx
Assalamu’alaikum. Farah, saya ingin bertemu. Saya tunggu esok jam 09.30
di bangku tempat kita pertama bertemu dahulu. Konfirmasikan kesediaanmu.
“ya, insya Alloh.” Sending
message.
Senang, takut, grogi, dan lain-lain, ya begitulah perasaan
Farah. Betapa tidak, ia merasa dirindukan oleh orang yang selalu ia rindukan.
Siapa lagi kalau bukan Andra, seorang yang telah membuatnya sulit untuk
berpaling kepada orang lain. Jika boleh bertanya, mungkin akan ada yang
harusnya lebih ia pilih daripadanya. Namun yang namanya ‘terlanjur cinta’
apalah semua yang dimiliki orang lain. Dan kebetulan Farah ini adalah tipe
orang yang “hard to love and hard to forget”.
Zzzzzzzzzzzzzzzzzz…. !!!!!!
Dalam
lelapnya tidur, berdendanglah suara Adzan membangunkan jiwa-jiwa yang
senantiasa terpaut pada panggilan-NYA. Farah segera bangkit, kemudian sholat
subuh, dan sebagainya.
Jam menunjukkan 09.10, Farah telah bersiap untuk keluar
memenuhi janjinya. Ketika jemarinya sampai di gagang pintu, pandangannya
menahan untuk membatalkan geraknya. Sesosok pria seperti sedang menanti di
beranda rumahnya. Perlahan ia mengintip dari celah korden, namun qodarulloh.
Pandangan pria itu tak sengaja tepat
sekali mendarat dimana Farah menatapkan matanya. Farah langsung mundur dan
membalikkan badannya, “Riyan??” kejutnya dlm hati. Lalu,
“tok!tok!tok! Farah… ! Farah…!”
“astaghfirulloh… apakah ini?” gugup dan berkecamuk isi
pikiran Farah.
“Farah saya tau kamu dibalik pintu. Bukakanlah..! bukankah
kamu hendak keluar?”
Farah bingung bagaimana ia menyampaikan pada Riyan,
sedangkan ia takut Andra telah menunggunya. Dan Farah juga tak ingin Riyan tau
kalau Farah keluar untuk menemui seorang pria sedangkan Riyan sendiri diabaikan
begitu saja tanpa penghargaan.
“Farah, apakah salah jika saya ingin bertamu? Mungkin kamu
tak bersedia jika aku ingin memilikimu, tapi apakah kamu juga menolakku jika ku
ingin bersilaturahim ke rumahmu? Menyambung tali persaudaraan sesama muslim.”
Riyan terus berusaha meluluhkan hati Farah.
“tidak, tiada yang salah darimu. Dan kamu boleh bertamu kemana
saja, termasuk ke rumah saya. Tapi apakah saya juga salah jika saya tidak
mengizinkanmu? Ini rumahku, dan saya bebas menentukan siapa saja yang boleh
memasuki rumah ini.” Farah masih dalam pendiriannya.
“mungkinkah jika Andra yang datang, kau kan membukakan
pintu?”
DEGG!! Kenapa tepat sekali dia sebut nama itu, Farah
terheran. Rupanya Riyan telah mencurigai mereka.
“Siapapun itu, dia urusanku,” Farah terus membela diri.
“jika Andra yang bertamu dan kamu membukakan pintu, berarti
dia orang special bagimu.” Riyan terus memojokkan Farah.
“kami bersahabat, wajar jika saya membiarkan dia bertamu.”
Farah berusaha menyembunyikan.
“kalau begitu, biarkan aku bertamu dan yakinkan dia bukan
pilihanmu.” Riyan terus membujuk Farah.
Farah semakin bingung, jam sudah menunjukkan 09.28, Andra
pasti sudah berada ditempat.
“apa urusanmu tentang diriku? Kau belum dan bukan
siapa-siapaku, tapi kau terus menguasaiku.” Farah mulai sedikit emosi, namun ia
takkan membiarkan api membakar dirinya. Ia terus mengendalikan diri bahwa marah
bukanlah sifat yang dimilikinya.
“baiklah aku tak akan masuk, tapi bukalah sedikit untuk
memberiku celah agar bisa melihat keindahan rumahmu. Aku menyukai rumah yang
sederhana, unik dan tentram. Aku telah jatuh hati pada rumah ini, ingin aku
menempatinya seperti ku ingin memiliki pemiliknya.” Riyan tak menyerah. Ia
serius mengatakan semua itu.
Sudah lewat jam 09.30, Farah terus gelisah dan merasa hampir
kehilangan kesempatan untuk bertemu Andra. Hp-nya berkali-kali bordering tanda
sms dan juga misscall. Akhirnya, Farah memutuskan untuk segera keluar, meski
harus menerjang menghadapi Riyan.
Riyan tersenyum, merasa berhasil dan membuat Farah keluar.
“Riyan,, maaf sebelumnya , namun aku harus menyampaikan ini.
Bagiku, rumah ini ibarat hatiku. Ketika aku masih terus menutup pintu ini,
berarti aku juga masih menutup hatiku. Ketika aku tak membiarkan orang masuk,
berarti aku juga belum atau tak membiarkan orang memasuki hati maupun
kehidupanku. Dan saat ini aku belum bisa membukakan pintu ini untukmu. Mohon
untuk mengerti.” Jelas Farah menyelesaikannya.
“baiklah saya memahami. Apapun yang kamu lakukan Saya akan
mendukungmu. Mungkin sekarang belum saatnya, namun saya tetap berharap saya
akan datang pada waktu yang tepat.” Riyan terus meyakinkan dengan keseriusaannya.
“terimakasih, ^_^, kalau jodoh tidaklah kemana. Dan jika
kita bukan berjodoh semoga masing-masing kita mendapatkan orang yang tepat dan
lebih mencintai satu sama lain dalam bingkisan kasih-NYA” Farah meredakan
keadaan. Kemudian ia bergegas menemui tempat perjanjiannya dengan Andra.
Sebenarnya, Farah sedikit memuji, betapa Riyan seorang yang
tak mudah menyerah untuk mendapatkannya. Meski demikian, Farah tetap berusaha
untuk tidak mempedulikannya, ia tak ingin tergoyahkan hatinya dari Andra. Farah
hanya ingin ada seorang saja yang boleh bersinggah di hatinya atau ia
mengosongkan hatinya sampai Alloh yang menentukan pilihan terbaik untuknya. Ia
yakin, jika Alloh telah menghendaki dua insan bersatu, pastilah keduanya bisa
tergerak hatinya untuk saling menerima apa adanya, sekalipun orang itu belum
mengenal satu sama lain, seperti cara ta’aruf, yang ma’ruf dan sesuai syariat.
“jodoh pasti bertemu”…………
Sekian.
(finish but not End) xixixi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar